Sebuah catatan bebas (#2)
Aku sang Noteker (membuatku kembali cinta Negeri ini)
Aku bertemu dengan kak Anto di warkop Cappo jl. Sultan Alauddin, Makassar, seorang aktivis ‘semi progresif’ yang sedang sibuk mempersiapkan perhelatan akbar untuk mempertemukan ratusan orang yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat dari seluruh provinsi yang ada di region Sulawesi dan Maluku. Istilah ‘semi progresif’ tersebut saya gunakan pribadi untuk penyebutan kepada mereka-mereka yang loyal dalam gerakan dan memegang berbagai peran strategis di akar rumput (grass root) namun memunculkan ketegasan dalam sikap lembut dan kesantunannya.
Ok, supaya tidak lama berbasa-basi, aku lanjutkan ceritanya… beliaunya lagi pusing (maklum kak Anto adalah ketua panitia lokal di Sulsel sebagai tuan rumah) mempersiapkan kepanitiaan, administrasi, akomodasi dan lain sebagainya (hehe…he… itu hanya tebakan, yang benar beliaunya belum makan siang). Sambil mengajak makan nasi goreng waktu itu, ka’ anto bertanya:
“rum, bisa jadi notulen di acaranya teman-teman?”
dalam hati saya sih sudah ada jawaban ‘iya’ namun demi basa-basi dan strategi supaya di traktir nasi goreng, aku bertanya balik
“sebenarnya yang dibutuhkan berapa orang kanda?” (hmmmm… pertanyaan di jawab pertanyaan),
“dua orang” beliau menjawab ringkas
kontan aku teringat sobat karibku ‘si Rini’ dan segera saya jawab
“Oke kanda, asal dengan Rini semoga saja dia sudah balik dari Wawoni’i (sultra), dan mungkin lagi di Pinrang sekarang”.
Ka’ Anto tanpa basa-basi lagi mungkin karena sudah terlalu lapar beliau bergumam
“Alhamdulillah, akhirnya saya tidak mencari notulensi lagi, ayo pesan makan rum…” ajaknya…
Seperti dugaanku, pasti saya akan ditraktirnya makan… kebetulan lama online untuk posting blog dan lagi mantau posisi satelit NOAA 19 membuat perut lapar dan kroncongan.
Sambil makan saat itu beliau bercerita tentang kegiatan yang akan dilaksanakan di Asrama Haji tersebut. Begitu antusias saya mendengarnya sampai tidak sadar kalau ternyata nasi gorengku sudah habis. Segera saya balik ke Laptopku untuk menyelesaikan postinganku saat itu dan berkomitmen mengusahakan yang terbaik buat amanah yang diberikan oleh beliau.
Pertemuan tersebut yang kemudian ternyata menjadi tiket saya untuk bertemu dengan saudara-saudara saya lainnya di Indonesia yang “ternyata” memiliki keresahan yang sama denganku dalam melihat kondisi Negara ini yang sangat bangga memiliki ideologi bernama PANCASILA.
Sebenarnya saya malas ngomongin Negara pada saat itu, soalnya saya terlanjur merasa lelah teralienasi dengan sikap intelektual dan politis yang saya yakini seakan tidak memiliki tempat di Tanah Air ini. Tapi kehadiran beliau ternyata mengantar saya untuk menerima air sejuk di tengah gersangnya sikap apatis saya terhadap ideologi Negara yang walaupun saya betul-betul bangga memilikinya, “Bhinneka Tunggal Ika”.
Thanks kanda…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar